Daily Archives: June 5, 2012

Review ‘Partikel’ by Dewi ‘Dee’ Lestari

Sejujurnya sudah banyak review atau ulasan mengenai novel satu ini. Nama besar sang penulis dan legenda Supernova tentu menjadi daya tarik utama dari ‘Partikel’. Review ini cukup sebagai pemuas diri saja, karena saya telah menyelesaikan ‘Partikel’.

Dee. Nama penulis ini membuat harapan saya melambung tinggi saat pertama mendengar ‘Partikel’ telah terbit. Harapan akan cerita yang apik dan berbobot. Mengingat saya selalu terpukau dengan keahlian menulis Dee dari buku-bukunya sebelumnya : tiga buku Supernova, Filosofi Kopi, atau Madre. Dan ya, harapan saya Dee penuhi. ‘Partikel’ menyuapi saya dengan hidangan pembuka berupa bahasa khas Dee yang puitis namun mengalir, hidangan utama : konflik klimaks yang membawa saya hanyut ke dalam dimensi cerita, dan hidangan penutup : singgungan kisah tentang Bodi dan Elektra dari kisah Supernova sebelumnya.

Tidaklah perlu ingat cerita Supernova sebelumnya untuk membaca seri ini. Ceritanya tak menyatu. Namun, sedikit pengetahuan tentang ‘Akar’ dan ‘Petir’ mungkin boleh juga. ‘Partikel’ berkisah tentang pencarian seorang Zarah akan sosok yang dia cintai. Perjuangan Zarah dalam memaknai hidupnya, setelah dia sendiri tak tahu apa makna dari hidup itu sendiri. Zarah, anak seorang penggila botani mencerminkan sosok seorang pemberontak yang cerdas. Seakan dia titisan Athena yang pandai, Aphrodite yang cantik, dan Artemis yang tangguh sekaligus.

Namun ada sisi dari ‘Partikel’ yang mungkin ~in my humble opinion 😉 ~ harus dicerna dengan cerdas. Saya rasa novel ini begitu jelas mengantarkan pesan tentang atheisme atau sekulerisme. Oke, tidak ada yang salah memang dengan isi novelnya sendiri. Namun saya hanya takut kalau sosok Zarah dalam novel ini mampu memberikan suatu utopia bagi para pembaca akan sebuah kehidupan Zarah yang begitu “nikmat” dengan wataknya yang “seperti itu”. Once again, that’s just my opinion. Overall, novelnya sendiri bagus, saya beri bintang 4 pada goodreads saya. Oh ya, dan tampaknya ini bakal berlanjut ke novel Supernova kelima, suatu pentalogi. Dee sekali lagi berhasil mengukuhkan posisinya sebagai penulis papan atas Indonesia.

 

An Amazing Performance : Cinematique by ‘Adrien M/ Claire B’

Sore tadi saya sama sekali tak tahu siapa itu Adrien Mondot atau Claire B. Siapa pula Satchie Noro? Bahkan saya tak menaruh minat khusus pada tarian kontemporer. Dan memang sebelum-sebelumnya saya sama sekali tidak pernah melihat suatu pagelaran tari kontemporer secara langsung. Berminat untuk melihat pun sebelumnya tidak. Namun ada satu hal yang membuat saya malam ini, mendadak tergila-gila pada dua hal : tari kontemporer dan multimedia performance.

Sepulang dari mengajar di Kebon Bibit sore tadi, saya tiba-tiba diajak untuk melihat suatu pertunjukan yang diadakan oleh Institut Francais Indonesie, sebuah lembaga kebudayaan Indonesia-Perancis. Pertunjukan apa itu, saya tidak tahu. Spontan kepala saya mengangguk saja, mengiyakan. Tidak peduli apa dan bagaimana pertunjukan nanti, apakah bakal membosankan? Saya tidak ambil pusing. Sepanjang gratis dan bermanfaat, jiwa anak kosan saya sontak mendukung. Jadilah saya dan 4 teman Skhole saya berangkat menuju tempat diadakannya pertunjukan, Teater Tertutup Dago Tea Huiss.

Pukul 19.30 pertujukan pun dimulai. Jujur, mata awam saya ini merem melek melihatnya: antara takjub dan heran. Baru pertama saya melihat pegelaran tari di luar tari-tari tradisional semacam serimpi atau jaipong atau tari Bali. Yang kulihat ini mutlak di luar dugaan saya. Sungguh berbeda. Saya tak tahu apakah pertunjukkan ini masih pantas disebut sebagai tarian kontemporer biasa? Saya pikir tidak. Ini luar biasa. Fusi antara tari dan teknologi menyajikan suatu karya yang mungkin bisa mengubah persepsi akan tarian. Adrien Mondot dan Satchie Noro berhasil membawa saya ikut ke dalam imaji mereka di atas panggung.

Adrien M / Claire B merupakan grup tari yang dibentuk tahun 2004. Grup ini membangun sebuah dunia tarian baru yang seolah diangkat dari khayalan tingkat tinggi dari penari kontemporer manapun. Mereka menggunakan visualisasi grafik dengan komputer untuk menyinergikan koreografi mereka. Sungguh indah sekaligus artistik, atau boleh dikatakan canggih.

Sampai akhir penampilan Adrien dan Satchie, saya betul terkagum-kagum. Tarian mereka bukan hanya gerak yang dihafal di luar kepala. Tarian mereka menyampaikan pesan yang berbalut puisi tak berima. Mengalir, tanpa keraguan. Total satu jam saya terduduk takjub di depan panggung. Sebuah pertunjukan yang apik. Berikut saya sertakan trailer dari Cinematique yang saya cuplik dari Youtube :