Matahari menggantung sejengkal dari horizon di ufuk barat. Awan putih masih menggelayut di antara tebing-tebing caldera Rinjani ~ bagai kapas yang dikoyak tak rata. Agustus memang saat paling tepat untuk mendaki, cuaca cerah, angin muson timur yang tenang, seolah semesta mendukung para perengkuh puncak.
“Ray, aku semalam mimpi aneh di tenda. Mimpinya tuh aneh banget, aku sampai lega banget pas bangun”, ungkap Kaysai sambil terus menatap siluet Gunung Agung di kejauhan. Sambil menyiapkan trangia untuk prosesi masak malam, Raya mencoba menanggapi, “Ah, kamu tidur ga berdoa dulu sih Kay. Makanya mimpinya aneh-aneh, apalagi ini di atas gunung. Kamu tahu kan, di atas gunung rawan kejadian aneh-aneh. hiiiii..” Kaysai membalas dengan bibir yang dicondongkan ke depan, tanda tak setuju. “Iye, iye, emang kamu mimpi apaan, Kaysai cantik?” Raya mencoba mengembalikan obrolan ke arah serius.
“Errr, jadi gini isi mimpiku. Aku mimpi lagi ada di sebuah jalanan terjal yang menanjak. Nah anehnya, jalanan itu aku identifikasi, sama seperti bukit penyesalan yang kita lewati kemarin siang. Terus di tengah jalan, tiba-tiba ada seorang kakek pake surban putih di kepalanya. Dia jalan turun dari arah Plawangan Sembalun. Aku kira dia salah satu anggota rombongan peziarah yang emang suka ke sini. Sejurus kemudian dia menyodorkan sebuah kotak kaca ke aku. Aku bingung lah Ray, aku kira itu semacam kotak undian gitu. Di dalamnya ada banyak lipatan kertas. Si kakek tiba-tiba bilang gini Ray, ~~”Nak, kotak ini berisi berbagai mimpi yang dimiliki manusia. Semua hal yang kamu impikan mungkin ada di dalam ini. Kamu mau apa, Nak? Rumah mewah? Tiket keliling dunia? Suami kaya raya? Semua ada di sini Nak. Tapi di dalam kotak kaca ini juga ada hal-hal buruk yang mungkin semua manusia hindari. Kemiskinan, kematian orang terkasih, harga diri yang direnggut, apapun yang bisa kau bayangkan tentang kesedihan ada di sini juga Nak. Nah, sekarang kamu punya kesempatan untuk mengundi nasibmu, Nak. Kamu boleh ambil satu kertas undian ini, dan apapun yang kamu ambil akan segera terwujud segera setelah kamu turun dari gunung ini. Jika yang kamu ambil tentang kekayaan, pastilah kamu akan jadi sudagar kaya, Nak. Tapi jika kamu mendapatkan kertas kematian, bisa saja orang terkasihmu akan pergi meninggalkanmu.”~~ Sontak aku bingung dong Ray. Tiba-tiba ada seorang kakek, yang aku yakin punya relasi dengan Dewi Anjani, menawarkan jalan pintas menuju mimpi-mimpiku Ray! Jujur, aku punya mimpi untuk punya pulau pribadi. Dan dalam benakku waktu itu, bisa saja aku ambil satu kertas, dan sepulang kita dari Rinjani, aku akan tinggal di pulau mungil milikku. Ah, tapi sejurus kemudian si Kakek memberiku opsi lain Ray, ~~”Atau Nak, kamu bisa memilih pilihan yang lain, tidak mengambil kertas dari kotak ini. Dengan begitu, kamu bisa lanjutkan perjalanan ke puncak Rinjani, dan jalani hidupmu seperti ini apa adanya. Anggap kamu tak pernah bertemu denganku, Nak. Tapi kamu telah melewatkan kesempatan untuk meraih hal-hal yang membahagiakan…. atau mungkin menyedihkan.”~~
Ah Ray, waktu itu aku bingung setengah mati. Sedetik dua detik aku berpikir, apa mungkin kakek tua ini adalah malaikat yang diutus Tuhan untuk ngetes aku ya? Apakah aku sudah cukup bersyukur dengan hidupku saat ini atau tidak. Kalau saja aku menuruti insting judi -ku, langsung saja aku ambil itu kertas Ray, menebak-nebak nasib. Tapi Ray, paaaass banget aku mau bilang keputusanku pada si Kakek, tiba-tiba kamu bangunin akuuuu! Bayangan si Kakek turunan Dewi Anjani hilang seketika, tergantikan wajahmu yang konyoooool! Arggh, Raya, kamu merusak mimpiku!” gerutu Kaysai sambil membetulkan posisi wajan teflon di atas kompor spiritus.
Sambil tertawa lepas, Raya menunjukkan rasa penasarannya, “Sori banget Kay, ya kamu juga sih, tidurnya sambil ngunyah gigi. Berisik tau! By the way Kay, emang keputusanmu apaan? Kamu ambil kertas undian nasib itu Kay?”
“Ya kalau mimpiku masih berlanjut sih, -sambil monyongin bibir ke arah Raya- aku bakal bilang enggak pada si Kakek. Aku sadar aku harus bersyukur sama hidupku sekarang Ray. Ga perlu lah aku pulau pribadi itu. Selama aku masih bisa maen-maen bareng kamu, Sarah, Rambo, ama si Gentong. Itu sudah cukup Ray. Undian nasibku murni ada dalam pikiranku sendiri. Aku mau apa, ya harus ada usaha untuk ke sana.” sambung Kaysai sambil melirik ke arah jam tangan Casio Baby G -nya. Di saat bersamaan, sahabat-sahabat mereka, Rambo, Gentong, dan Sarah datang sambil membawa beberapa botol air yang berhasil mereka dapatkan -bekal untuk membuat susu hangat sebelum summit attack esok dini hari.
Matahari kini tepat berada di garis horison ufuk barat. Menjemput malam. Bintang datang berhambur dengan kunang-kunang. Cahaya mereka tak pernah berbohong. Sama seperti Allah yang tak pernah ingkar janji. Terkadang hidup kita penuh akan kesempatan-kesempatan menyilaukan yang kita lewatkan. Untuk itu, bersyukur adalah jawaban indah yang mampu menutup percik luka di hati kita. Ya. Bersyukur tanpa pamrih apapun.